Seorang suami mencumbu istrinya di siang hari bulan Ramadhân, tetapi tidak sampai menjimaknya. Namun kemudian air mani mereka berdua keluar tanpa disengaja. Lalu, karena puasa mereka sudah terlanjur batal disebabkan keluarnya air mani itu, mereka pun melakukan jimak. Bagaimana hukumnya?
Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Mereka pun diwajibkan meng-qadhâ' puasa tersebut dan bertobat kepada Allah atas perbuatan itu.
Para ulama berbeda pendapat tentang orang yang puasanya batal bukan dengan jimak, apakah wajib meng-qadhâ' disertai dengan kafarat ataukah tidak. Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa ia tidak wajib membayar kafarat.
Atas dasar ini, saudara penanya dan istrinya wajib meng-qadhâ' puasa mereka hari itu dan bertobat kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ—dari dosa tersebut. Adapun terkait kafarat jimak dalam kasus ini, banyak ulama berpendapat bahwa pendapat yang shahîh adalah suami wajib membayarnya. Tetapi sebagian mereka berpendapat bahwa kafarat jimak tidak wajib bagi mereka berdua selama batalnya puasa bukan karena jimak. Apalagi jika keduanya tidak sengaja bersiasat menggugurkan kafarat dengan cara membatalkan puasa sebelum melakukan jimak.
Anda dapat mencari fatwa melalui banyak pilihan