Suami saya ingin melakukan iktikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhân—Insyâ'allâh. Ia ingin bertanya, bahwa jika ia melakukan iktikaf di mesjid dekat rumah, bolehkah ia datang ke rumah setelah bekerja, lalu mandi, dan setelah itu pergi ke mesjid, dan itu dilakukan secara rutin selama masa iktikaf? Sebelum berangkat ke tempat kerja, ia juga rencananya akan datang ke rumah untuk mandi dan mengganti pakaian. Kami ingin bertanya, apakah di antara syarat sah iktikaf adalah tidak boleh masuk ke rumah istri?
Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Jika suami Anda selalu memperbarui niat iktikafnya setiap hari sepulang dari tempat kerja dan setelah mandi di rumah, untuk kemudian menghabiskan sisa hari dan malamnya dengan beriktikaf di mesjid, lalu di pagi harinya, ia kembali ke tempat kerjanya, dan demikian seterusnya ia lakukan pada sepuluh hari terakhir Ramadhân, maka iktikafnya sah, karena ia hanya melakukan iktikaf sepanjang waktu yang ia niatkan. Jumhur (mayoritas) ulama berpendapat bahwa durasi minimal iktikaf adalah selagi masih bisa disebut sebagai iktikaf menurut kebiasaan.
Tetapi jika suami Anda meniatkan iktikaf di keseluruhan sepuluh hari terakhir Ramadhân, iktikafnya tidak batal dengan masuk ke rumahnya atau tempat lainnya untuk keperluan yang tidak mungkin bisa ditinggalkan, seperti mengambil makanan, buang air kecil, buang air besar, atau mandi yang diperlukan, jika itu tidak bisa dilakukan di mesjid. Meskipun yang lebih utama adalah mewakilkan kepada orang lain untuk mengantarkan kebutuhan-kebutuhan seperti makanan, minuman, dan semacamnya. Namun jika suami Anda keluar untuk suatu hal yang tidak telalu dibutuhkan maka iktikafnya menjadi batal. Iktikaf juga batal dengan melakukan jimak (hubungan badan suami-istri). Jika iktikafnya batal, lalu ia ingin beriktikaf lagi, maka ia harus memulainya dengan niat yang baru.
Anda dapat mencari fatwa melalui banyak pilihan