Apakah kewajiban zakat terkait dengan harta ataukah terkait tanggung jawab pemiliknya? Kami mengharapkan penjelasan tentang masalah ini disertai dengan pendapat para ulama, dalil masing-masing, sebab perbedaan pendapat mereka, dan pendapat yang paling kuat. Jazâkumullâhu khairan.
Segala puji bagi Allah dan shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Imam Abu Hanîfah dan Imam Mâlik berpendapat bahwa kewajiban zakat terkait dengan harta itu sendiri. Adapun Imam Asy-Syâfi'i dan Imam Ahmad dalam hal ini memiliki dua pendapat; Pendapat pertama sejalan dengan pendapat Imam Abu Hanîfah dan Imam Mâlik. Sementara pendapat yang kedua mengatakan bahwa kewajiban zakat terkait dengan tanggung jawab pemilik harta. Ulama yang memiliki pendapat pertama beralasan dengan dalil-dalil berikut:
– Firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Dan orang-orang yang pada harta mereka terdapat hak kewajiban yang telah diketahui." [QS. Al-Ma`ârij: 24];
– Sabda Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam: "Pada tanaman yang diairi oleh hujan terdapat (zakat) sepersepuluh." [HR. Al-Bukhâri];
– Sabda Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam: "Pada harta rikâz terdapat (zakat) seperlima."
Dan redaksi-redaksi lain yang menggunakan lafaz "Fî (pada)", yang menunjukkan makna kewajiban zakat pada harta-harta itu sendiri.
Ulama yang memiliki pendapat kedua berdalil dengan logika mereka, bahwa mengeluarkan zakat dari harta yang belum mencapai nisab dibolehkan. Kalaulah zakat wajib karena nisab itu sendiri, tentu saja ia tidak boleh dikeluarkan dari harta yang belum mencapai nisab. Selain itu, kalaulah zakat "wajib pada harta" itu sendiri, tentu saja dibolehkan bagi mustahik zakat melarang pemilik harta menggunakan hartanya. Karena konsekuensi "kewajiban zakat pada harta" adalah keikutsertaan mustahik zakat bersama pemilik harta (dalam kepemilikan harta tersebut) setelah wajib zakat, sesuai ukuran kewajiban yang harus dikeluarkan dari harta itu.
Konsekuensi perbedaan pendapat ini tampak -misalnya- pada seseorang yang memiliki uang dua ratus dirham, dan telah berlalu dua tahun, sementara harta tersebut belum dizakati. Jika ia berpendapat bahwa (kewajiban) zakat terkait pada harta itu sendiri, maka ia hanya menzakati hartanya tersebut untuk satu tahun. Sementara jika ia berpendapat bahwa (kewajiban) zakat terkait dengan pemilik harta, maka ia harus menzakati hartanya tersebut untuk dua tahun (yang tidak dizakati itu). Karena (kewajiban) zakat berkaitan dengan tanggung jawab pemilik harta, sehingga kekurangan nisab akibat dikeluarkan zakat tidak berpengaruh kepada kewajibannya.
Adapun pendapat yang lebih kuat—wallâhu a`lam—adalah pendapat yang pertama, karena dallil-dalilnya yang begitu jelas.
Wallâhu a`lam.
Anda dapat mencari fatwa melalui banyak pilihan