Ada salah seorang kerabat kami yang apabila berpuasa selalu mengalami penyakit mental, sehingga biasa mengutuk dan mencaci siapa saja, sampai-sampai ia merasa benci ketika mendengar kedatangan bulan Ramadhân, disebabkan hal ini. Problem ini telah terjadi sejak beberapa tahun yang lalu. Ia mengatakan bahwa ia biasa menggunakan benda semacam rokok, kami di Yaman menamakannya dengan qât. Mohon fatwanya, apakah ia boleh meninggalkan puasa atau harus terusmenunaikannya, mengingat Agama kita adalah agama yang mudah dan bukan agama yang berat.
Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Tidak dibolehkan bagi seorang muslim untuk tidak berpuasa pada bulan Ramadhân kecuali jika memiliki uzur (halangan) yang syar`i, seperti penyakit yang menyebabkannya tidak mampu berpuasa. Jika ia telah sembuh dari penyakitnya, ia wajib meng-qadhâ' (mengganti) hari-hari puasa yang ia lewatkan di bulan Ramadhân, berdasarkan firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Maka barang siapa di antara kalian menderita sakit atau sedang berada dalam perjalanan (lalu ia berbuka) maka (wajiblah ia berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu pada hari-hari yang lain." [QS. Al-Baqarah: 184]
Adapun kondisi orang yang Anda sebutkan dalam pertanyaan ini tidak dapat menjadi alasan baginya untuk tidak berpuasa. Sebenarnya, bukan puasa yang menyebabkan ia bertingkah demikian, tetapi penyebabnya adalah hal lain, karena puasa merupakan sumber ketenangan batin bagi orang beriman. Barangkali penyebabnya adalah qât atau rokok yang Anda sebutkan itu. Atau ia dirasuki oleh Syetan sehingga merasa sempit ketika melakukan suatu amal ketaatan. Jika demikian, ia harus diobati dengan pengobatan yang diajarkan oleh Syariat. Ia tidak boleh meninggalkan puasa lantaran hal itu. Karena puasa justru dapat melawan dan mengusir Syetan tersebut.
Jika penyebabnya adalah rokok atau qât maka ia harus memaksa dirinya untuk meninggalkan benda-benda itu. Ia harus memanfaatkan bulan yang mulia ini dengan sebaik-baiknya untuk menjadi penolong baginya dalam meninggalkan sumber penyakit itu. Caranya adalah menyibukkan diri dengan kegiatan-kegiatan yang akan membuatnya lupa kepada kebiasan buruk itu. Ia juga harus sering berdiam di rumah Allah untuk membaca Al-Quran, memperbanyak zikir kepada Allah, bergaul dengan orang-orang shalih, serta menjauhi tempat-tempat kemungkaran yang mendorongnya untuk melakukan keburukan. Selain itu, ia juga harus banyak berdoa, karena seorang yang berpuasa mempunyai doa yang mustajab pada saat ia berbuka.
Adapun perkataan Anda bahwa Agama kita mudah adalah perkataan yang benar. Banyak dalil-dalil yang menjelaskan hal itu, dan para ulama sepakat tentangnya. Tetapi meninggalkan kewajiban yang telah Allah wajibkan tanpa halangan yang dibenarkan bukan merupakan bentuk kemudahan atau keringanan beragama.
Anda dapat mencari fatwa melalui banyak pilihan