Jika seorang tuan berkata kepada budaknya setelah si budak melakukan berbagai kesalahan: "Hitunglah telah berapa banyak kesalahanmu kepadaku, aku akan memaafkannya, dengan syarat engkau menyesal, meninggalkan kesalahan itu, dan berjanji tidak akan melakukan kesalahan yang sama," Tidak layakkah hamba itu bergembira?
Maaf seperti ini tidak akan bisa diberikan oleh seorang manusia, karena ia tidak mengetahui hakikat penyesalan pada jiwa pelaku kesalahan, dan tidak akan pernah mengetahui apakah ia meninggalkan dosa lantaran bertobat dan menyesal, ataukah hanya meninggalkannya secara zahir saja dengan tetap melakukannya secara diam-diam. Kalau pun kita katakan bahwa manusia bisa mengetahui kebenaran tobat seseorang melalui tanda-tanda dan indikasinya, tetapi jiwa manusia tetap tidak akan mampu terus bersabar menghadapi kesalahan orang lain terhadap dirinya. Apabila manusia suatu ketika bisa memaafkan orang yang melakukan kesalahan terhadap dirinya, ia belum tentu akan memaafkan untuk kali kedua. Kalau pun ia mampu memaafkan untuk kali kedua, ia pasti tidak akan mampu bertahan selamanya dalam kesabaran seperti itu.
Bandingkan dengan keluasan maaf Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—yang tiada tara. Lihatlah bagaimana Allah berkenan menerima tobat siapa saja yang bertobat dan kembali kepada-Nya. Perhatikanlah bagaimana Allah menggantikan seluruh kesalahan dan dosa menjadi kebaikan. Sesungguhnya Allah adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Yang mengampuni dosa dan menerima tobat lagi keras hukuman-Nya; Yang mempunyai karunia. Tiada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nyalah kembali (semua makhluk)." [QS. Ghâfir: 3]
Bukankah Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—yang berfirman (yang artinya): "Tidakkah mereka mengetahui bahwa Allah menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan menerima zakat, dan bahwa Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang?" [QS. At-Taubah: 104]
Bukankah Allah—Subhânahu wata`âlâ—yang menyeru para hamba dalam firman-Nya (yang artinya): "Dan Dialah yang menerima tobat dari hamba-hamba-Nya dan memaafkan kesalahan-kesalahan, serta mengetahui apa yang kalian kerjakan." [QS. Asy-Syûrâ: 25]
Ibnu Katsîr—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Allah—Subhânahu wata`âlâ—menyatakan karunia-Nya kepada para hamba-Nya berupa penerimaan tobat mereka bila mau bertobat dan kembali kepada-Nya. Allah menyebtukan bahwa di antara bentuk kedermawanan dan kesabaran Allah adalah memaafkan kesalahan, sekaligus menutupi dan mengampuni dosa para hamba-Nya. Hal itu Allah jelaskan dalam firman-Nya (yang artinya): 'Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia memohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.' [QS. An-Nisâ': 110]. Maksud firman Allah (yang artinya): 'Dia memaafkan kesalahan-kesalahan.' [QS. Asy-Syûrâ: 25], adalah bahwa Allah menerima tobat atas kesalahan yang akan datang, sekaligus memaafkan dosa-dosa yang telah berlalu. Dan Allah: '.mengetahui apa yang kalian kerjakan.' [QS. Asy-Syûrâ: 25]. Artinya, Allah—Subhânahu wata`âlâ—mengetahui segala apa yang kalian kerjakan dan apa yang kalian katakan. Tapi meskipun demikian, Allah tetap mengampuni siapa saja yang memohon ampun kepada-Nya."
Selamat bagi siapa saja yang telah menghadap kepada Allah—`Azza wajalla—dengan taubat nashûha, karena Allah akan mengampuni semua kesalahannya, dan memperbanyak kebaikannya. Selamat baginya, terlebih lagi karena ia berada di bulan yang memudahkan jalan tobat dan kembali kepada Allah. Bulan yang menyaksikan banyaknya para hamba yang bertobat. Bulan tempat mengalirnya ampunan dari Allah—Subhânahu wata`âlâ—dan janji pembebasan dari api Neraka. Banyak lagi faktor-faktor di bulan ini yang memudahkan bagi para hamba yang bertobat segala hal yang terasa sulit baginya sebelum itu.
Tobat adalah harta yang sangat berharga. Ia adalah anugerah agung dari Dzat Yang Maha Penyayang. Tidaklah seorang hamba mampu melakukannya kecuali dengan bimbingan Allah. Bukankah sudah disebutkan dalam kisah orang-orang yang tidak ikut serta dalam perang Tabuk, firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Dan terhadap tiga orang yang ditangguhkan (penerimaan tobat) mereka, hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi mereka, padahal bumi itu luas dan jiwa mereka pun telah sempit (pula terasa) oleh mereka, serta mereka telah mengetahui bahwa tidak ada tempat lari dari (siksa) Allah, melainkan kepada-Nya saja. Kemudian Allah menganugerahkan tobat kepada mereka agar mereka bertobat. Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang." [QS. At-Taubah: 118]
Imam As-Sa`di—Semoga Allah merahmatinya—menafsirkan, "'Kemudian Allah menganugerahkan tobat kepada mereka.' Maksudnya, Allah mengizinkan mereka bertobat sekaligus membimbing mereka melakukannya. 'Agar mereka bertobat.' Artinya, agar mereka tergerak untuk bertobat, sehingga Allah pun mengampuni mereka. 'Sesungguhnya Allah-lah Yang Maha Penerima tobat.' Artinya, Allah adalah Dzat Yang memilki ampunan dan maaf yang melimpah terhadap berbagai maksiat dan dosa. 'Maha Penyayang.' Artinya, Allah memiliki sifat kasih luar biasa yang senantiasa meliputi para hamba setiap waktu di pelbagai kesempatan, sehingga membantu mereka dalam menunaikan urusan Agama dan dunia mereka."
Beliau mengatakan: "Ayat ini mengandung dalil bahwa pengampunan Allah kepada para hamba-Nya adalah sasaran tertinggi dan target hidup paling agung. Allah—Subhânahu wata`âlâ—menjadikan ampunan itu sebagai ujung tujuan para hamba-Nya yang istimewa, lalu Allah menganugerahkannya kepada mereka ketika mereka menunaikan amalan-amalan yang diridhai-Nya."
Sampai kemudian beliau menyebutkan bahwa tobat seorang hamba diukur dengan kadar penyesalannya. Beliau berkata, "Dan ampunan Allah atas hamba-Nya berbanding lurus dengan kadar penyesalannya. Orang yang tidak peduli dengan dosanya dan tidak merasa risih ketika melakukan maksiat, tobatnya akan tertolak meskipun ia mengakui bahwa tobatnya diterima." [Tafsîr As-Sa`di]
Salah satu anugerah terbesar yang diterima oleh orang yang bertobat adalah digantikannya kesalahan yang dilakukannya dengan kebaikan. Maka dapat dibayangkan, berapa banyak kesalahan dan dosa yang ia perbuat, dan berapa banyak kekeliruan dan penyimpangan yang dilakukannya, itu semua akan diganti dengan kebaikan. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman sembari menyebut salah satu dosa besar (yang artinya): "Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah membunuhnya kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina. Tapi barang siapa yang melakukan hal itu, niscaya akan mendapat (pembalasan) dosa-(nya), (yakni) akan dilipatgandakan azab untuknya pada hari Kiamat dan, ia akan kekal dalam azab itu dalam keadaan terhina, kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan mengerjakan amal shalih; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. Al-Furqân: 68-70]
Sayyid Quthb—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Kemudian Allah membukakan pintu tobat bagi siapa saja yang ingin selamat dari nasib yang buruk di Akhirat dengan cara bertobat, beriman secara benar, dan beramal shalih. Allah berfirman (yang artinya): '.kecuali orang-orang yang bertobat, beriman, dan mengerjakan amal shalih.' Orang-orang mukmin yang bertobat dan senantiasa beramal shalih dijanjikan oleh Allah bahwa kesalahan yang mereka lakukan sebelum bertobat akan diganti dengan kebaikan setelah mereka bertobat, kemudian ditambahkan ke amal kebaikan mereka yang baru. Itulah makna: '.maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan.' Ini merupakan limpahan anugerah yang tidak bisa dibayar oleh amalan seorang hamba, kecuali hanya dengan bertobat dan kembali dari kesesatan, lalu masuk ke dalam perlindungan Allah. 'Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.' Pintu tobat senantiasa terbuka. Ia dapat dimasuki oleh siapa saja yang hidup hatinya dan ingin kembali ke pangkuan Allah. Pintu itu tidak pernah disekat untuk siapa saja yang ingin memasukinya, dan tidak pernah ditutup bagi siapa saja yang ingin bernaung di dalamnya, bagaimana pun dosa yang dilakukannya." [Tafsir Fî Zhilâlil Qur`ân]
Berita gembira yang lain bagi orang-orang yang bertobat disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Abu Thawîl Syathb Al-Mamdûd—Semoga Allah meridhainya. Ia menceritakan bahwa suatu ketika, ia mendatangi Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam, lalu bertanya, "Orang yang telah melakukan segala macam dosa, sehingga tidak ada satu dosa pun yang tidak pernah dilakukannya, dan setiap muncul hasrat untuk melakukan dosa, ia selalu melakukannya, apakah masih terbuka pintu tobat untuknya?" Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Apakah engkau telah masuk Islam?" Ia menjawab, "Adapun aku, aku telah bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa engkau adalah utusan-Nya". Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—pun bersabda, "Ya, lakukanlah kebaikan, dan tinggalkanlah seluruh keburukan, niscaya Allah akan menjadikan semua kesalahanmu menjadi kebaikan." Ia kembali bertanya, "Apakah termasuk perbuatan-perbuatan khianat dan perilaku-perilaku kejiku?". Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—menjawab, "Ya." Mendengar itu, ia berseru, "Allah Akbar!" Dan ia terus bertakbir sambil berjalan hingga tubuhnya tidak lagi terlihat. [HR. Ath-Thabrâni. Menurut Al-Albâni: shahîh]
Mari menuju ke pangkuan Allah, menuju daratan yang aman, menuju rahmat dan pengampunan. Mari bertobat di bulan penuh ampunan ini, menyesal di hadapan Tuhan Pemilik langit dan bumi. Mari menukar dosa-dosa dengan kebaikan.
Ya Allah, terimalah tobat kami, basuhlah segala dosa kami, maafkanlah kesalahan-kesalahan kami. Ya Allah, ampuni dan maafkanlah kami, gantilah kesalahan-keslahan kami dengan kebaikan.