Sesungguhnya di alam semesta terdapat aturan dan hukum yang tidak boleh dilanggar oleh para makhluk Allah. Hukum-hukum alam itu bahkan harus dijaga agar kita meraih kenikmatan hidup di dunia dan kebahagiaan yang kekal di Akhirat. Di antara hukum alam itu adalah "Siapa yang sungguh-sungguh niscaya akan berhasil, dan siapa yang mau berlelah-lelah sesaat niscaya akan beristirahat dalam waktu yang panjang." Artinya, kejayaan biasa dikelilingi oleh kesusahan, kenikmatan dan kesempurnaan tidak akan dicapai kecuali dengan kesulitan. Orang yang lebih memilih santai dan bermalas-malasan sangat jarang meraih apa yang diinginkannya.
Sesungguhnya gerak aktivitas di dalam kehidupan ini tergantung pada kesungguhan dan perjuangan. Oleh karena itu, manusia harus bangkit bekerja dengan berselimutkan kesungguhan, spirit perjuangan, dan vitalitas, sekaligus membuang pakaian kemalasan. Hal inilah yang diajarkan oleh Al-Quran dan Sunnah. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya):
· "Dan katakanlah: 'Beramallah (berbuatlah) niscaya Allah, Rasul-Nya, dan kaum mukminin akan melihat perbuatanmu itu." [QS. At-Taubah: 105].
· "Dialah yang menjadikan bumi mudah dijelajahi untuk kalian, maka jelajahilah segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kalian kembali (setelah dibangkitkan)." [QS. Al-Mulk: 15]
Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—juga mengajarkan kepada umat beliau spirit kesungguhan dan perjuangan dengan berbagai cara. Terkadang beliau mendorong umat Islam untuk mencari rezeki dan memakan hasil keringat sendiri, sebagaimana tercantum dalam sabda beliau, "Tidak ada satu pun makanan yang lebih baik untuk dimakan oleh seseorang daripada makanan yang berasal dari hasil pekerjaan tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabi Allah Daud makan dari hasil pekerjaan tangannya sendiri." [HR. Al-Bukhâri]
Beliau juga memberi pesan agar bersungguh-sungguh, berjuang, serta pantang menyerah dan putus asa, sebagaimana sabda beliau, "Sungguh-sungguhlah mengerjakan apa yang bermanfaat bagimu, minta tolonglah kepada Allah, dan janganlah menyerah." [HR. Muslim]
Dengarkanlah pula sabda Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—yang berbunyi, "Apabila hari Kiamat hampir terjadi, sementara di tangan kalian terdapat sebutir benih, jika kalian mampu menanamnya sebelum Kiamat itu terjadi hendaklah kalian tanam." [HR. Ahmad dan Al-Bukhâri dalam kitab Al-Adab Al-Mufrad]
Beliau juga memotivasi para pemilik obsesi yang tinggi bahwa Allah akan membantu mereka sesuai dengan ketinggian obsesi mereka. Beliau bersabda, "Sesungguhnya pertolongan akan datang dari Allah sesuai dengan kadar apa yang telah dikerahkan." [HR. Al-Bazzâr]
Kesungguhan dan perjuangan pasti mengandung kesulitan dan kelelahan. Akan tetapi ia juga menjanjikan kenikmatan, terutama ketika manusia melihat hasil dari kelelahannya.
Imam Ibnul Qayyim—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Orang-orang cerdas di umat mana pun pasti sepakat bahwa kenikmatan tidak akan mungkin didapatkan dengan kenikmatan, dan orang yang lebih mendahulukan kesenangan niscaya akan kehilangan kesenangan itu. Sebesar apa kesulitan yang ditempuh, seperti itu pulalah kadar kebahagiaan dan kenikmatan yang akan didapat. Tidak ada kebahagiaan bagi orang yang tidak memiliki kesusahan, tidak ada kenikmatan bagi orang yang tidak memiliki kesabaran, tidak ada kesenangan bagi orang yang tidak pernah sengsara, dan tidak ada istirahat bagi orang yang tidak pernah bersusah payah. Jika seorang hamba mau bersusah payah sementara waktu, niscaya ia akan beristirahat dalam waktu lama. Jika ia menanggung derita sabar sesaat saja, itu akan menggiringnya menuju hidup yang abadi. Semua yang dimiliki oleh para pemilik nikmat yang abadi adalah berkat kesabaran sesaat. Hanya Allah-lah tempat memohon pertolongan, tiada daya dan upaya kecuali dari-Nya."
Semakin mulia jiwa dan semakin tinggi obsesinya niscaya akan semakin banyak kesulitan fisik dan semakin sedikit istirahatnya. Imam Muslim dalam kitab Shahîh-nya berkata bahwa Yahya ibnu Abi Katsîr berkata, "Ilmu tidak akan pernah didapat dengan kenyamanan badan."
"Tidak diragukan lagi bagi setiap orang yang berakal bahwa kenikmatan yang dicapai sesuai dengan kadar kelelahan yang dikerahkan, kesempurnaan nikmat sebanding dengan kesulitan yang dihadapi untuk mencapainya. Kenyamanan dan kenikmatan hakiki hanya ada di Surga. Adapun apa yang ada di dunia ini tidaklah sejati." [Dari buku `Uluwwul Himmah karya Syaikh Muhammad Ismâ`îl]
Hamba yang menjadikan kesungguhan sebagai semboyan dalam kehidupannya tidak akan pernah bergantung kepada kedudukan dan nasabnya. Ia tidak akan berbangga dengan orangtua dan nenek moyangnya. Ia hanya akan membangun kejayaan di atas kedua kakinya, lalu menggabungkannya dengan kejayaan orangtua dan nenek moyangnya.
Perkataan Ahli Hikmah dan Para Ulama
Seorang ahli hikmah pernah berkata, "Jadikanlah kesungguhan sebagai buah kesehatanmu, jadikanlah pekerjaan sebagai pengisi kekosonganmu. Karena tidak seluruh waktu akan datang kepadamu, dan apa yang telah terlewati tidak akan dapat dikejar kembali."
Seorang sastrawan berkata, "Pekerjaan adalah tameng yang melindungi manusia dari anak panah bencana. Sementara kesungguhan adalah pedang yang memenggal leher kesengsaraan."
Tokoh lain juga pernah berkata, "Tidak ada yang lebih baik daripada akal yang dihias oleh kesabaran, pekerjaan yang dihiasi oleh ilmu, dan kesabaran yang dihias oleh kejujuran."
Seorang ulama berkata, "Mungkinkah dibayangkan, atau terlintas di dalam akal, atau terbersit dalam pikiran, bahwa ada tanaman yang dipanen tanpa ada bibitnya, atau ada buah yang dipetik tanpa ada pohonnya, atau ada api menyala tanpa bahannya, atau ada harta bertambah tanpa usaha?"
Sebuah ungkapan bijak mengatakan, "Setiap rezeki memiliki sebab, barang siapa yang mencari sesuatu dan bersungguh-sungguh niscaya akan mendapatkannya."
Betapa indah perkataan Amirul Mukminin Umar ibnul Khaththâb, "Janganlah seseorang dari kalian berhenti mencari rezeki lalu berdoa, 'Ya Allah, berilah aku rezeki', sementara ia tahu bahwa langit tidak akan menurunkan hujan emas atau perak. Dan Allah—Subhânahu wata`âlâ—hanya memberi rezeki dari sebagian mereka kepada sebagian yang lain."
Karena itu, singsingkanlah lengan baju, tinggalkanlah sikap malas, karena Islam sedang menunggu dari dirimu lahirnya semangat Umar ibnul Khaththâb yang menyalakan lampu obsesi di tengah gelapnya kondisi umat. Islam sedang menunggu darimu teriakan Shalahuddîn Al-Ayyubi yang menanam benih harapan di lembah keputusasaan. Sesuai dengan kadar yang kita kerahkan, Allah akan memberikan pertolongan-Nya kepada kita. Karena itu, minta tolonglah kepada Allah, dan janganlah pernah menyerah.