Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Sifat riya dapat membatalkan amal kebaikan, menjadi sebab turunnya murka Allah, serta termasuk salah satu dosa besar. Jika sifat ini Anda miliki maka Anda harus berjuang menghilangkannya walaupun harus melalui usaha keras dan menanggung banyak kesulitan.
Al-Ghazâli menyebutkan bahwa melepaskan diri dari sifat riya dapat dilakukan dengan dua cara:
Pertama: Mencabut akar dan pangkalnya yang merupakan asal cabang-cabangnya;
Kedua: Melawan sifat itu langsung ketika ia muncul di dalam hati.
Al-Ghazali juga menjelaskan bahwa pangkal riya adalah rasa cinta kepada kedudukan dan pengaruh. Jika rasa itu berlebih, ia akan menimbulkan cinta kepada pujian, menghindar dari celaan, dan tamak terhadap milik orang lain. Dalil dari apa yang diungkapkannya ini adalah hadits yang diriwayatkan dari Abû Mûsâ—Semoga Allah meridhainya, bahwa pada suatu ketika, seorang Arab badui bertanya kepada Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, "Wahai Rasulullah, ada seseorang yang berperang (berjihad) karena fanatisme kesukuannya—artinya, ia ingin dilihat sebagai pemberani dan tidak mau dikatakan sebagai pecundang; ada seseorang yang berperang untuk memperlihatkan kedudukannya (riya)—yaitu berperang untuk mencari pengaruh dan kedudukan di hati manusia; dan ada seseorang yang berperang untuk disebut—maksudnya untuk memperoleh pujian." Kemudian Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Barang siapa yang berperang agar kalimat (panji) Allah menjadi tinggi (mulia) maka itulah orang yang berjihad di jalan Allah." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
Adapun cara melawan sifat riya yang terlintas di dalam hati dapat dilakukan dengan mujâhadatun nafsi (berjuang melawan nafsu), mencabut tempat-tempat tumbuh riya di dalam hati dengan bersikap qana`ah dan menghilangkan sifat tamak, merendahkan diri dalam pandangan manusia, dan menganggap remeh segala celaan atau sanjungan manusia.
Adapun mengobati kerasnya hati, seperti yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam kitab Ighâtsatul Lahfân, dapat dilakukan dengan empat cara:
Pertama: Membaca Al-Quran. Al-Quran dapat menyembuhkan rasa ragu di dalam hati, menghilangkan kesyirikan yang ada di dalamnya, serta membersihkannya dan kotoran kufur, penyakit-penyakit syubhat, dan syahwat. Al-Quran juga merupakan petunjuk bagi orang yang mengetahui kebenaran dan mengamalkannya, sekaligus menjadi rahmat bagi orang-orang mukmin, karenanya mengantarkannya kepada pahala di dunia dan di Akhirat. Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan apakah orang yang sudah mati kemudian Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu ia dapat berjalan di tengah-tengah manusia, (apakah) serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang ia sekali-kali tidak dapat keluar darinya?" [QS. Al-An`âm: 122]
Kedua: Senatiasa menjaga nutrisi dan makanan pokok hati. Hal ini dapat dilakukan dengan menyuburkan iman, melakukan amal shalih, dan mengerjakan berbagai bentuk ketaatan;
Ketiga: Memelihara hati dari hal-hal yang membahayakan, yaitu dengan menjauhi semua bentuk maksiat dan pelanggaran;
Keempat: Mengosongkan hati dari setiap elemen yang membuatnya tersakiti. Yaitu dengan banyak bertobat dan istighfar (meminta ampun kepada Allah).
Wallâhu a`lam.