Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Bertemunya dua kemaluan (kemaluan suami dengan kemaluan istri) pada saat istri sedang haid tidak dibolehkan, karena termasuk kategori bersenang-senang dengan qubul (kemaluan) istri, dan hukumnya haram (saat haid). Dalam sebuah hadits, Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Pergaulilah istrimu dari depan atau dari belakang, dan hindarilah dubur dan (bersetubuh) ketika (istri sedang) haid." [HR. At-Tirmidzi dengan sanad jayyid (baik)]
Yang dimaksud dengan bertemunya dua kemaluan bukan sekedar terjadi persentuhan. Akan tetapi yang dimaksud adalah masuknya ujung zakar suami ke dalam vagina istrinya. Jika zakar suami menyentuh kemaluan istrinya tanpa dimasukkan, maka itu tidak disebut pertemuan dua kemaluan. Namun demikian, itu juga tidak dibolehkan untuk menghindari jimak ketika haid. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Oleh sebab itu hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kalian mendekati mereka sebelum mereka suci." [QS. Al-Baqarah: 222]
Maksud dari 'janganlah mendekati' adalah jangan melakukan jimak (hubungan badan), bukan jangan duduk bersama atau saling bersentuhan, seperti yang diyakini oleh orang-orang Yahudi.
Tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama tentang keharaman bersetubuh ketika haid. Alasan keharaman menggauli istri yang sedang haid adalah demi menjaga diri dari kemungkinan menyentuh kotoran, yaitu darah haid. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah, 'Haid itu adalah suatu kotoran'. Oleh sebab itu, hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haid." [QS. Al-Baqarah: 222]. Dan apa yang ditanyakan oleh penanya termasuk ke dalam kategori menyentuh darah haid itu.
Wallâhu a`lam.