Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Seorang perempuan tidak boleh mengizinkan dokter laki-laki untuk mengobatinya atau membantunya dalam proses bersalin dan menyingkap auratnya kecuali di saat tidak ada dokter perempuan yang mampu melakukan itu. Selama ada dokter perempuan atau bidan, maka penanganan proses bersalin tidak boleh dialihkan kepada dokter laki-laki.
Jika dalam keadaan darurat, misalnya ketika tidak ada dokter laki-laki, maka tentu dokter laki-laki yang merupakan mahram si perempuan harus lebih didahulukan daripada dokter laki-laki yang bukan mahram. Jika tidak ada dokter laki-laki yang merupakan mahramnya, ia boleh berobat kepada dokter laki-laki non-mahram. Jika dapat ditangani oleh seorang dokter laki-laki yang dibantu oleh para suster, maka tidak boleh ada dokter laki-laki lain yang ikut menangani. Karena dalam kaidah Syariat telah ditetapkan bahwa suatu kondisi darurat harus ditimbang sesuai dengan kadarnya.
Atas dasar itu, seorang perempuan harus mencari dokter perempuan untuk membantunya dalam proses persalinan. Jika ada dokter perempuan, maka saudara laki-lakinya tidak boleh masuk ke dalam ruang bersalin untuk memberikan bantuan, baik bantuan moral maupun bantuan medis. Jika ia membutuhkan bantuan moral maka suaminya adalah orang yang paling berhak melakukan itu.
Wallâhu a`lam.