Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Kewajiban perempuan tersebut adalah meng-qadhâ' puasa hari tersebut. Ia telah melakukan kesalahan dengan meminum kopi setelah muntah, baik muntahnya itu tidak disengaja (di luar kendalinya) atau disengaja. Sebab, jika ia muntah secara tidak disengaja sebenarnya puasanya sah, berdasarkan sabda Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam, "Barang siapa yang muntah (secara tidak sengaja) maka tidak ada kewajiban qadhâ' atasnya, dan barang siapa yang sengaja membuat dirinya muntah maka ia harus meng-qadhâ'." [HR. Penyusun kitab-kitab Sunan]. Sementara jika ia sengaja muntah, ia tetap wajib menahan diri dari semua pembatal puasa, karena orang yang puasanya batal harus mencegah dirinya dari segala pembatal puasa pada sisa hari itu, demi menjaga kehormatan bulan Ramadhân, sehingga ia seharusnya tidak boleh berbuka.
Adapaun perkataan Anda bahwa ia melakukan hal itu karena tidak tahu, jika maksudnya adalah ia meminum kopi itu lantaran mengira bahwa itu boleh dilakukan setelah puasa batal akibat muntah, maka kami berharap semoga ia tidak berdosa dan dipandang memiliki uzur (halangan) karena ketidaktahuannya itu, apabila memang dipandang wajar ia tidak tahu hukumnya dan ia tidak mungkin bertanya kepada para ulama. Adapun jika ia dapat bertanya kepada para ulama, maka dikhawatirkan ia berdosa karena kelalaian dalam urusan puasanya ini. Sebab, ia sebenarnya bisa saja bertanya terlebih dahulu kepada para ulama sehingga mengetahui hukum Syariatnya sebelum sengaja membatalkan puasa dengan meminum kopi itu.
Syaikh Ibnu `Utsaimîn menjelaskan tentang hukum seorang yang makan karena lupa kemudian mengira puasanya batal dan boleh makan di sisa hari tersebut: "Hal semacam ini tidak tepat dikategorikan sebagai 'halangan tidak tahu'. Karena orang ini telah lalai. Seharusnya, ia bertanya terlebih dahulu. Dan tidak semua orang yang kita katakan memiliki 'halangan tidak tahu' dapat dimaafkan dalam semua kondisi. Jika ia lalai padahal banyak jalan untuk menuntut ilmu maka ia wajib menuntut ilmu sampai tahu hukumnya."
Tetapi bagaimanapun juga, kewajiban perempuan tersebut adalah meng-qadhâ' puasa tersebut, dan tidak ada kafarat yang harus ia tunaikan menurut pendapat jumhur (mayoritas) ulama.
Wallâhu a`lam.