Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para sahabat beliau.
Shalat pada malam Lailatul Qadar adalah termasuk amalan yang paling utama, dan dengannya peluang untuk mendapatkan ampunan lebih besar. Nabi -Shallallahu `alaihi wasallam- telah bersabda sebagaimana dalam riwayat yang sahih, “Barang siapa qiyamullail pada malam Lailatul Qadar karena iman serta mengharap pahala, maka Allah akan mengampuni dosanya yang telah lalu”. Banyak diantara ulama berpendapat, bahwa keutamaan qiyamullail pada malam Lailatul Qadar didapatkan oleh orang yang shalat isya dan subuh berjamaah. Pendapat ini dilihat dari segi asal keutaman shalat malam. Adapun dari segi kesempurnaan pahala, maka bisa dipastikan setiap kali seorang hamba bersemangat dalam ketaatan dan memperbanyak ibadah, maka semkin besar peluangnya untuk mendapatkan janji Allah serta lebih berhak untuk mendapatkannya. Diantara petunjuk Nabi pada malam sepuluh terahir bulan Ramadhan: tidak tidur malam untuk benar-benar memaksimalkan ibadah sebagi bentuk usaha mendapatkan Lailatul Qadar. Sebagaimana tersebut dalam hadits sahih: “Jika telah masuk malam sepuluh terahir, Nabi tidak mendekati isteri-isterinya, beliau menghidupkan malam-malam dengan ibadah, dan membangunkan keluarganya (untuk beribadah).”
Diantara ulama yang berpendapat bahwa orang yang shalat isya dan subuh berjamaah mendapatkan pahala qiyamullail adalah Imam Syafi’i.
Ar-Ramli dalam Nihayatul Muhtaj mengatakan, “telah di nukilkan dalam zawaid raudhah tentang pendapat imam Syafi’i di dalam Al Qadim bahwa siapa yang shalat isya dan subuh berjamaah maka telah mendapatkan bagianya yaitu bagian Lailatul Qadar. Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa Nabi - Shallallahu `alaihi wasallam- bersabda, barangsiapa yang shalat isya dan subuh berjamaah pada bulan Ramadhan maka telah mendapatkan lailatul qadar.”
Al-Iraqi menambahkan keterangan di dalam Tarhut Tatsrib, yang ringkasnya sebagai berikut: “Qiyam Ramadhan maksudnya bukan hanya qiyam lail satu malam penuh, tapi termasuk juga shalat di malam harinya, walau sedikit, seperti tahajud atau shalat tarawih berjamaah yang biasa dikerjaakan, atau shalat isya dan subuh berjamaah. Berdasarkan riwayat Utsman Bin Affan bahwa Nabi bersabda, “barang siapa shalat isya berjamaah maka seperti telah shalat setengah malam, dan barang siapa shalat subuh berjamaah maka seperti telah shalat satu malam penuh”. Lafaz hadits ini diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Sahihnya. jadi makna “Shalat subuh berjamaah” yaitu dengan sebelumnya telah ikut shalat isya berjamaah. Dan begitu juga dengan semua yang kami sampaikan di atas merupakan amalan yang berpahala qiyam lailatul qadar. At-Thabrani telah meriwayatkan di dalam kitab Al-Mu’jam Al-Kabir dari Abu Umamah bahwa Nabi -Shallallahu 'alaihi wasallam- bersabada, “ barangsiapa shalat isya berjamaah maka telah mendapat bagiannya dari lailatul qadar”. Tapi dalam sanadnya ada Maslamah Bin Ali seorang perawi yang dhaif. Imam Malik juga meriwayatkan hadits tersebut di dalam Muwattha’ dari ucapan Sa’id Bin Musyyib, “ barangsiapa shalat isya berjamaah maka telah mendapat bagiannya dari lailatul qadar”. Ibnu Abdil Bar menyatakan, riwayat seperti ini bukan berdasarkan pendapat (tabi’in) semata, namun dipahami sebagai riwayat dari Sahabat Nabi. Imam Syafi’i menyebutkan di dalam kitab Al-Qadim, “ barangsiapa shalat isya berjamaah maka telah mendapat bagiannya dari lailatul qadar”. Dan dalam kitab Al-Jadid, tidak ada pendapat yang mengarah kepada revisi pendapat beliau tersebut. Imam Nawawi menerangkan dalam Syarah Muhadzzab, bahwa setiap pendapat Imam Syafi’i yang tertuang dalam kitab Al-Qadim (pendapat lama), kemudian dalam kitab Al-Jadid (pendapat baru), beliau tidak menyinggung pendapatnya tersebut baik dalam bentuk menetapkan atau merevesi, maka pendapat tersebut disepakati sebagi mazhab Imam Syafi’i. Imam At-Thabrani meriwayatkan di dalam Al-Mu’jam Al-Ausath dengan sanad yang lemah dari Ibnu Umar bahwa Nabi bersabda, “barang siapa shalat isya berjamaah atau shalat empat rakaat sebelum keluar masjid maka itu sama dengan lailatul qadar”. Hadits ini lebih jelas dari hadits sebelumnya, karena bisa dipahami bahwa keutamaan lailatul qadar bisa di dapatkan walau di luar malam Lailatu Qadar. Lalu, bagaimana jika shalat dilakukan pada malam Lailatu Qadar (tentu akan mendapatkannya).
Diantara ulama ada yang tidak sependapat dengan pendapat tersebut. Mereka berpendapat, bahwa keutamaan Lailatul Qadar hanya didapatkan oleh orang-orang yang qiyamullail satu malam penuh atau sebagian besarnya.
Dalam Mir’atul Mafatih Al-Mubarak Furi menulis, “ada pendapat yang menyatakan: cukup disebut qiyam walaupun hanya dengan shalat isya berjamaah. Tapi narasi hadits dalam bab ini ditinjau dari sisi kebiasaan yang ada bermakna jelas -sebagaimana keterangan Al-Kirmani- bahwa tidak disebut qiyamullail jika tidak melaksanakannya satu malam penuh atau sebagian besarnya.”
Namun karunia Allah itu luas. Oleh karenanya, tidak menutup kemungkinan orang yang shalat isya dan subuh berjamaah mendapatkan sebagian dari keutamaan malam Lailatul Qadar. tapi yang pasti, tidak sama dengan orang yang tidak tidur dan bersungguh-sungguh untuk beribadah kepada Allah satu malam penuh atau sebagian besarnya, serta mencontohi Nabi dalam hal ini.
Wallahu a`lam.