Segala puji bagi Allah, dan shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah beserta keluarga dan para shahabat beliau.
Ujian tidaklah termasuk uzur (halangan) yang membolehkan berbuka pada siang hari Ramadhân. Syaikh Al-'Allâmah Ibnu Bâz—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Seorang mukallaf (muslim yang sudah dibebani kewajiban Syariat) tidak boleh berbuka pada siang hari bulan Ramadhan disebabkan ujian, karena ujian tidak termasuk uzur syar'i yang membolehkan tidak berpuasa. Sebaliknya, ia diwajibkan untuk tetap berpuasa dan memindahkan waktu belajarnya ke malam hari jika ia merasa sulit melakukannya di siang hari."
Jadi, anak Anda harus takut kepada Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—dan tidak berbuka pada siang hari Ramadhân. Jika ia sengaja berbuka (tidak berpuasa) pada siang hari Ramadhân tanpa halangan yang membolehkannya, berarti ia telah melakukan sebuah dosa besar. Ia hendaknya menyadari bahwa ketaatan kepada Allah adalah salah satu faktor penolong terbesar untuk meraih apa yang diharapkan di dalam hidup ini. Karena Allah—Subhânahu wa Ta`âlâ—berfirman (yang artinya): "Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Allah akan menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya." [QS. Ath-Thalâq: 4]
Rasa pusing yang Anda sebutkan itu juga bukanlah sebuah halangan yang membolehkannya untuk tidak berpuasa, karena kesulitan yang ada di dalamnya tidaklah besar, dan itu termasuk kategori kesulitan yang memang biasanya selalu ada dalam setiap tugas-tugas ibadah.
Adapun sengaja melakukan perjalanan agar mendapat keringanan berbuka tidaklah diperbolehkan, karena itu termasuk usaha berkilah untuk menggugurkan kewajiban, dan itu tidaklah dibolehkan dalam Syariat.
Perlu dicatat, bahwa apabila seorang musafir kembali ke derah tempat ia bermukim dengan niat bermukim empat hari atau lebih maka hukum safar (status musafir) telah hilang darinya.