Utsmân bin Mazh'ûn Shahabat yang Pertama Dikuburkan di Baqî'

06/12/2021| IslamWeb

Namanya Utsmân ibnu Mazh`ûn—Semoga Allah meridhainya. Seorang shahabat yang terkenal dengan kemuliaan akhlak dan kecerdasan otaknya. Ia dilahirkan di kota Mekah Al-Mukarramah. Ayahnya bernama Mazh'ûn ibnu Habib ibnu Wahb. Sedangkan ibunya bernama Sukhailah bintu Al-'Anbas. Ia biasa dipanggil dengan nama Abu As-Sâ'ib.

Utsmân memeluk Islam setelah ada tiga belas orang laki-laki yang lebih dahulu masuk Islam sebelumnya. Umurnya ketika itu tiga puluh tahun. Ia hidup dalam perlindungan Al-Walîd ibnul Mughirah. Ia menyaksikan betapa berbagai penindasan dan penyiksaan yang dialami oleh kaum muslimin, sementara dirinya bisa berjalan dengan aman tanpa ada satu orang pun dari kaum musyrikin yang berani mengganggunya. Menyaksikan hal itu, Utsmân berkata di dalam hatinya, "Demi Allah, semua tindak tandukku terlindungi oleh perlindungan seorang laki-laki musyrik, sementara para sahabatku dan orang-orang yang seagama denganku mendapatkan berbagai penyiksaan dan cobaan yang tidak aku alami. Ini semua sungguh merupakan sebuah kerugian besar bagiku."

Setelah itu, ia pun pergi menemui Al-Walîd dan mengembalikan jaminan perlindungannya. Ia berkata, "Wahai Abu 'Abdi Syam, cukuplah sudah perlindunganmu terhadapku, aku sekarang ingin membebaskan diri dari perlindunganmu itu." Mendengar itu, Al-Walîd bertanya, "Mengapa begitu, wahai keponakanku? Apakah ada orang-orang dari kaumku yang menyakitimu?" Abu Umâmah menjawab, "Bukan begitu, tetapi aku lebih rela berada dalam perlindungan Allah—Subhânahu wata`âlâ, dan aku tidak ingin meminta perlindungan kepada selain Allah." Mendengar itu, Al-Walîd pun berkata, "Baiklah, kalau begitu, aku akan umumkan di depan orang-orang Mekah tentang pelepasan jaminanku terhadapmu, sebagaimana aku dahulu mengumumkan kepada mereka ketika engkau menjadi tanggunganku."

Mereka berdua berangkat menuju Masjidil Haram. Ketika sampai di sana, Al-Walîd berdiri dan mengumumkan hal itu dengan suara lantang. Lalu Utsmân secara resmi mengembalikan tanggungan Al-Walîd dengan berseru, "Aku telah membuktikan bahwa Al-Walîd ini adalah seorang dermawan yang selalu menepati janjinya. Ia sangat menjaga perlindungannya terhadapku. Akan tetapi aku sendiri lebih suka untuk tidak meminta perlindungan kepada selain Allah. Oleh karena itu, aku kembalikan jaminan perlindungan itu kepadanya."

Semenjak masa jahiliah, Utsmân telah mengharamkan khamar terhadap dirinya. Ia berkata, "Aku tidak akan meminum minuman yang dapat menghilangkan akalku, membuat aku ditertawakan oleh orang yang lebih rendah daripadaku, dan mendorongku untuk menikahkan putriku dengan orang yang tidak aku inginkan." Dan ketika turun perintah pengharaman khamar, Utsmân berkata, "Celakalah ia (khamar). Dari dulu pandanganku sudah sangat buruk kepadanya."

Setelah pengembalian jaminan Al-Walîd, Utsmân pun turut menjadi objek penyiksaan orang-orang musyrik. Ia ikut serta merasakan ujian yang dialami oleh saudara-saudaranya kaum muslimin. Ketika kaum muslimin diperintahkan oleh Rasulullah untuk hijrah ke Habasyah, ia pun ikut dalam rombongan hijrah itu. Ia berangkat membawa anaknya As-Sâ'ib. Utsmânlah yang menjadi pemimpin gelombang pertama dalam hijrah ke Habasyah tersebut. Kemudian ia ditakdirkan lagi untuk kembali ke Mekah dari negeri Habasyah.

Suatu hari, orang-orang Mekah mengerumuni Lubaid ibnu Rabî'ah, seorang penyair Arab yang melantunkan syair-syairnya kepada mereka. Utsmân pun ikut datang dan mendengarkan apa yang dilantunkan oleh Lubaid. Ketika itu, Lubaid berkata,

"Ketahuilah, bahwa segala sesuatu yang selain Allah itu adalah batil (tidak benar)."

Mendengar itu, Utsmân pun berkata, "Engkau benar."

Lubaid berkata lagi, "Setiap kenikmatan itu pasti akan sirna."

Mendengar itu, Utsmân serta-merta menjawab, "Engkau tidak benar, karena kenikamatan Surga tidak akan sirna."

Lubaid pun marah dan berkata, "Wahai orang-orang Quraisy, demi Allah, tidak pernah teman majelis kalian disakiti seperti sekarang, sejak kapan terjadinya hal seperti ini?"

Lalu bangkitlah seorang pemuda dari kaum musyrikin mendatangi Utsmân, ia langsung memukul sebelah mata Utsmân dengan sangat kuat, sehingga mengakibatkan matanya terluka dan cedera parah. Al-Walid ibnu Mughîrah menyaksikan kejadian itu. Ia pun berkata kepada Utsmân, "Demi Allah, wahai keponakanku, dahulu, matamu tidak pernah harus merasakan hal seperti ini, karena engkau berada dalam tanggungan dan perlindunganku."

Tetapi Utsmân menjawab, "Tidak, demi Allah, sungguh sebelah mataku yang masih sehat ini juga ingin menderita sakit di jalan Allah sebagaimana yang dirasakan oleh saudaranya yang sebelah lagi. Aku sekarang berada dalam penjagaan Dzat yang jauh lebih mulia dan berkuasa daripada dirimu, wahai Abu 'Abdi Syams".

Al-Walîd berusaha membujuk Utsmân dengan berkata, "Ayolah, keponakanku, kembalilah ke dalam tanggunganku." Tapi Utsmân tetap bersikukuh menjawab, "Tidak!"

Ketika kaum muslimin diizinkan untuk hijrah ke Madinah. Utsmân juga hijrah bersama mereka. Ia menjalani kehidupan bersama kaum muslimin di sana sampai datang saat perang Badar. Ketika itu, ia pun ikut berperang bersama kaum muslimin.

Utsmân—Semoga Allah meridhainya—merupakan seorang ahli ibadah dan berperilaku zuhud. Ia sangat tekun dalam beribadah. Ketika ia pernah memutuskan untuk hanya beribadah dan tidak akan menikah, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—melarangnya dan bersabda, "Wahai Utsmân, sesungguhnya Allah tidak mengutusku membawa ajaran rahbâniyyah (kerahiban), tetapi sesungguhnya sebaik-baik agama di sisi Allah adalah agama yang lurus dan penuh toleransi." [HR. Ibnu Sa`d]

Utsmân hidup beberapa waktu setelah perang Badar. Ia ikut serta merayakan kemenangan besar menghadapi musuh-musuh Allah dalam perang tersebut. Tapi itu tidak berlangsung lama. Ia ditimpa penyakit parah yang membuatnya hanya bisa terbaring di rumahnya. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—pun datang menjenguk untuk melihat kondisinya. Namun kehendak Allah mentakdirkan penyakit itu membawanya ke pintu ajal. Utsmân ibnu Mazh'ûn meninggal dunia dalam keadaan bahagia dengan keislamannya, serta bergembira dengan janji-janji Allah untuknya berupa kebaikan dan kemuliaan di Surga.

Setelah ia meninggal dunia, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—menciumnya, lalu memandikannya, mengkafaninya, menshalatkannya, dan kemudian menguburkannya di Baqi'. Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wa sallam—berkata kepadanya saat ia sudah berada di pembaringan terakhirnya, "Engkau telah pergi, dan tidak satu pun dari isi dunia yang engkau pakai." [HR. Mâlik]

jadilah Utsmân orang pertama yang dikuburkan di Baqi', sekaligus orang pertama dari kaum Muhajirin yang meninggal dunia di Madinah Al-Munawwarah. Wafatnya Utsmân—Semoga Allah meridhainya—terjadi pada tahun 3 H.

www.islamweb.net