Kaum Muslimin di negara-negara Balkan merayakan seluruh hari Ramadhân layaknya hari raya yang terus berlangsung selama 29 atau 30 hari, sepanjang siang dan malamnya. Jalan-jalan dan toko-toko dijejali lampu-lampu hias, mesjid-mesjid pun dipenuhi dengan shalat dan zikir. Segala tradisi dan kebiasaan sehari-hari berganti dengan nilai-nilai dan adab-adab Ramadhân, karena jadwal memasak serta berkumpul di meja hidangan berubah, kebiasaan meminum kopi dan menyantap makanan pun serentak ditahan hingga tiba waktu berbuka. Wanita-wanita yang sebelumnya tidak berjilbab mengenakan pakaian yang sopan sebagai bentuk penghormatan terhadap bulan suci ini. Para penduduk yang bertetangga saling berkirim masakan, saling mengunjungi, dan berbuka bersama. Mesjid-mesjid penuh dengan jemaah shalat, berbeda dengan hari-hari biasanya.
Tokoh ulama di Bosnia, Dr. Musthafa Ceric berkata, "Ramadhân merupakan ujian sejauh mana kesiapan kita untuk bersabar dan bertahan, sekaligus memahami hakikat rasa lapar yang dialami oleh banyak orang di dunia. Selain itu, Ramadhân yang selalu datang setiap tahun ini berfungsi membersihkan jiwa-jiwa kita dari berbagai karat kelalaian, kealpaan, dan dosa-dosa."
Beliau melanjutkan, "Kaum Muslimin berhak merasa bahagia dengan Agama mereka serta ketaatan mereka kepada Allah, karena siapa yang menaati Allah dan Rasul-Nya akan dibukakan baginya pintu-pintu Surga."
Beliau menambahkan, "Islam mengajarkan kepada kita bagaimana manusia hidup bahagia. Agama ini menegaskan bahwa siapa yang berpaling dari mengingat Allah niscaya akan mendapatkan kehidupan yang sempit. Kaum Muslimin yang berpuasa berhak bergembira dengan kemenangan mereka menghadapi segala tekanan dan tuntutan fisik, sekaligus dorongan syahwatnya. "Ramadhân adalah kebahagiaan masing-masing individu, dan Hari Raya adalah kebahagiaan kolektif."
Ulama besar Bosnia ini juga menginformasikan bahwa hari kedua Lebaran biasanya mereka khususkan setiap tahun untuk para syuhada Bosnia yang gugur demi membela negara mereka dan menangkis upaya musuh untuk memecah-belah negeri itu.
Kegembiraan dengan Beragam Dimensinya
Kaum Muslimin di negara-negara Balkan menyambut bulan Ramadhân dan Hari Raya Idul Fitri dengan tradisi-tradisi yang mendarah daging di tengah mereka, dengan suasana penuh kedamaian dan kebahagiaan, terlepas dari segala problem materi serta kondisi sosial, ekonomi, dan politik yang mereka hadapi. Kaum Muslimin di sana benar-benar menemukan waktu yang tepat untuk berbahagia melupakan segala kesedihan dan kepedihan yang menghimpit sepanjang tahun, baik dalam skala pribadi, keluarga, bangsa, maupun internasional.
Mufti kota Banja Luka, Syaikh Adham Samcic berkata, "Hari Raya adalah pembawa kebahagiaan di hati kami, kebahagiaan di rumah kami, dan kebahagiaan bersama para tetangga kami."
Kaum Muslimin di negara-negara seperti Bosnia, Kroasia, Serbia, Montenegro, Kosovo, Albania, dan Macedonia, memang merayakan bulan Ramadhân dan Hari Raya Idul Fitri dalam suasana ruhiyah yang tinggi, penuh toleransi dan ajakan untuk hidup bersama dalam suasana harmoni, saling menghormati, menghargai hak berbeda pendapat, serta menghormati apa pun prinsip dan pandangan orang lain.
Mesjid-mesjid dan mushalla-mushalla di negara-negara itu penuh sesak dengan shalat berjemaah di hari-hari Ramadhân. Kaum Muslimin berdatangan untuk melaksanakan shalat Tarawih dari segala penjuru, baik yang taat menunaikan shalat maupun yang terbiasa meninggalkan shalat, karena menghadiri shalat Tarawih pada bulan Ramadhân merupakan tradisi yang sangat mengakar bagi Kaum Muslimin Balkan. Mereka tidak akan meninggalkannya kecuali jika sedang sakit atau dalam perjalanan.
Imam jemaah shalat di Balkan adalah para syaikh yang hafal Al-Quran. Ceramah-ceramah Agama digiatkan di mesjid-mesjid untuk menekankan bahwa "agama" adalah kedamaian, "keadilan" adalah saling menghormati, "hakikat" adalah rasa aman, dan cita-cita rohani adalah sumber kesehatan jasmani.
Di antara inti materi yang sempat kami rekam dari ceramah-ceramah tersebut adalah hikmah berikut ini: "Apabila iman lenyap dari kehidupan manusia niscaya kedamaian akan lenyap dari bangsa-bangsa. Jika keadilan tidak menjadi sifat penguasa niscaya tidak akan ada penghormatan bangsa untuknya. Apabila ruh tidak kenyang oleh iman dan cita-cita mulia niscaya jiwa dan semangat akan melemah, lalu tumbuh suburlah rasa putus asa, mental menyerah, kemunafikan, serta keinginan mencari selamat sendiri. Juga sebuah petikan berbunyi: "Dusta adalah kepala segala dosa."
Para penceramah juga mengingatkan para hadirin tentang bahaya permusuhan dan pertikaian. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Fitnah itu lebih besar bahayanya daripada pembunuhan." [QS. Al-Baqarah: 191]. Mereka juga menyerukan untuk hidup rukun antar berbagai bangsa, umat, budaya, kelompok, dan mazhab.
Stadion dan lapangan-lapangan olahraga, seperti kompleks pertokoan Skandrea di pusat kota Sarajevo, dipadati oleh jemaah shalat Tarawih yang diimami langsung oleh mufti Sarajevo, Syaikh Husain Smajic.
Beberapa hal yang sempat kami catat dari ceramah beliau adalah:
· "Kehidupan dalam iman adalah pilihan terbaik di antara dua model kehidupan: kehidupan alami yang penuh kebahagiaan serta kedamaian, dan kehidupan yang kacau-balau, melelahkan, serta menyakitkan."
· "Kita memang tidak memiliki kemampuan untuk memilih tempat lahir kita atau memilih kedua orang tua kita, tetapi kita bisa memilih jalan hidup, cara berpikir, dan cara mati kita kelak."
· "Setiap orang yang tidak menghormati pemikiran orang lain dan ingin membatasi hak berpikir orang lain sesungguhnya telah melanggar hukum alam dan ketentuan Allah yang telah menciptakan para makhluk dengan membawa fitrah perbedaan."
Beliau menyeru umat Islam untuk hidup rukun dan menghormati orang lain serta menjaga nilai-nilai Islam.
Sementara itu, di kota Mostar, Kaum Muslimin melaksanakan shalat Tarawih di 37 tempat, dan mufti Mostar mengimami langsung shalat Tarawih di gedung Pusat Budaya, Universitas Mostar. Adapun yang mengimami shalat Tarawih di propinsi Zvornik (Bosnia Timur) adalah mufti setempat, di masjid terbesar di wilayah itu.
Di Zagreb, Kroasia, mufti Zagreb, Syaikh Syauqi Umar Pajic mengatakan bahwa Kaum Muslimin Kroasia menerima ucapan selamat dari ketua Persatuan Ulama Kroasia, Presiden Kroasia Stjepan Mesic, dan Perdana Menteri Jadranka Kosor, atas kedatangan bulan suci Ramadhân yang penuh berkah.
Senada dengan itu, Kaum Muslimin di Serbia, Kosovo, Montenegro, Macedonia, dan Albania juga menerima ucapan selamat dari para pejabat negara mereka.
Ramadhân bagi para mufti dan imam di negara-negara tersebut merupakan kesempatan untuk mengajak Kaum Muslimin melalui ceramah-ceramah Ramadhân agar kembali mempalajari, memahami, dan menerapkan ajaran Agama mereka. Di waktu yang sama, juga menjadi kesempatan untuk menyampaikan pesan perdamaian kepada kalangan non-muslim agar mereka mengakui hak-hak Kaum Muslimin untuk hidup dengan Agama mereka tanpa tekanan, pelecehan, kebencian, tudingan, dan hasutan.
Para tokoh besar muslim di negara-negara Balkan melaksanakan shalat Tarawih bersama umat Islam yang lain. Mereka juga biasa bertukar ucapan selamat secara langsung dengan para jemaah (tanpa pengawal atau prosedur keamanan) ketika menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan atau Hari Raya Idul Fitri.
Antusias Para Pemuda
Mesjid-mesjid di Bosnia disesaki oleh para pemuda dan kaum remaja dalam jumlah yang luar biasa, terutama di bulan Ramadhân yang penuh berkah ini. Hal yang memberikan isyarat positif di sebuah negara yang selalu menjadi sasaran tembak dari segala arah itu. Meskipun Bosnia adalah negara yang terdiri dari berbagai macam golongan dan ras, namun kalau kita berjalan sebelum waktu berbuka puasa di jalan-jalan berbagai kota di negara itu, terutama Sarajevo, kita hanya akan melihat sedikit orang yang makan-makan dan duduk di kafe-kafe atau restoran, atau terlihat sedang merokok.
Para pemuda menempati saf-saf pertama pada saat pelaksanaan shalat lima waktu dan shalat Tarawih. Interaksi sesama mereka juga sangat baik. Fenomena ini menunjukkan adanya kesadaran massal, bukan sekedar aktivitas beragama secara individual atau kondisi yang terkait dengan bulan puasa yang mulia saja.
Buka Puasa di dalam Mesjid
Para pemuda, termasuk mereka yang baru rajin menjalankan Agama, sangat antusias untuk berbuka puasa di mesjid-mesjid sebelum pelaksanaan shalat Magrib. Setelah shalat, mereka kembali ke rumah atau ke tempat-tempat buka puasa bersama yang diadakan oleh beberapa lembaga seperti "Al-Marhamah" yang bernaung di bawah Yayasan Masyîkhah Islamiyah, atau yayasan-yayasan sosial lainnya, termasuk di dalamnya yayasan-yayasan Arab.
Ramiz, (21 tahun) berkata, "Saya sangat suka shalat berjemaah di mesjid, termasuk shalat Magrib. Di mesjid, kita biasa berbuka dengan tiga atau empat butir kurma saat azan, supaya kita dapat segera menunaikan shalat setelah iqamah." Ia melanjutkan, "Setelah shalat, kami pulang ke rumah, atau bertamu ke rumah teman, atau berbuka di tempat-tempat buka puasa bersama."
Para pemuda sangat antusias datang ke mesjid sejak awal waktu, terutama ketika shalat Isya, untuk dapat melaksanakan shalat sunnah dan membaca Al-Quran. `Âmir (21 tahun) berkata, "Shalat sunnah memang lebih utama dilakukan di rumah, tetapi melaksanakan shalat sunnah dan membaca Al-Quran di mesjid, demikian pula memperbanyak langkah menuju mesjid dan kemudian duduk di dalamnya dianggap oleh para pemuda sebagai salah satu cara memakmurkan mesjid."
Selain itu, para pemuda senantiasa menjaga ketenangan suasana, tidak menyia-nyiakan waktu dengan obrolan-obrolan yang tidak perlu di dalam mesjid, apalagi saat penyampaian ceramah-ceramah ringan oleh para penceramah sebelum shalat Isya dan Tarawih.
Ceramah dan Kegiatan di Ramadhân
Di mesjid-mesjid Bosnia setiap tahunnya selalu diadakan berbagai ceramah dan kegiatan yang diikuti oleh kaum pemuda dan berbagai lapisan masyarakat yang berkesempatan hadir. Terutama kegiatan yang diselenggarakan antara shalat Zuhur dan Ashar, serta antara Ashar dan Magrib. Mereka membaca Al-Quran secara bergiliran, setiap orang membaca sejumlah ayat yang sudah disepakati, lalu dilanjutkan oleh yang lain, demikian seterusnya. Biasanya, di antara mereka yang hadir, terdapat seorang yang hafal Al-Quran atau ahli bacaan Al-Quran yang memperbaiki cara baca mereka.
Adapun sebelum shalat Isya, aktivitas yang diadakan biasanya adalah penyampaian ceramah keagamaan yang mengingatkan Kaum Muslimin tentang berbagai keutamaan bulan Ramadhan dan keharusan memanfaatkannya untuk memperkuat bangunan ruhiyah dan menjalin hubungan baik dengan Allah—Subhânahu wata`âlâ. Ternyata dalam ceramah-ceramah ini, para pemuda menemukan apa yang mereka cari. Mereka menyebut ceramah-ceramah ini—seperti pengakuan oleh Elmer (24 tahun)—sebagai sumber kedamaian jiwa dan ketenangan hati. Elmer berkata, "Saat mendengar ceramah-ceramah itu, saya lupa dengan segala permasalahan saya, dan saya serta-merta menyadari bahwa kehidupan dunia dengan segala pahit-manisnya adalah hal yang tidak perlu dikejar dengan demikian mati-matian. Kehidupan mestinya dijalani sesuai dengan kemampuan kita. Boleh saja mengharapkan yang lebih baik, tetapi jangan tenggelam dalam berbagai ilusi. Ceramah-ceramah itu mengingatkan saya bahwa Akhirat dengan segala yang ada di dalamnya adalah kehidupan manusia yang sesungguhnya. Kehidupan dunia tidak lain hanyalah sebuah fase untuk meraih apa yang ada di Akhirat sana."
Ceramah-ceramah keagamaan tersebut telah memberi kontribusi yang signifikan dalam memperbarui ketaatan beragama masyarakat, baik di dalam maupun di luar bulan Ramadhân.
"Perbincangan Seputar Ramadhân"
Baru-baru ini, di Sarajevo diluncurkan sebuah buku baru tentang bulan Ramadhan yang turut menambah koleksi perpustakaan Ramadhân yang melahirkan berbagai manifestasi budaya Islam dan kemanusiaan yang maju. Masyarakat memiliki kesempatan belajar melalui akitivitas-aktivitas malam keilmuan di bulan Ramadhân. Di ajang itu, berbagai ide dilontarkan untuk mematangkan berbagai konsep pemikiran.
Buku itu berjudul "Perbincangan Seputar Ramadhân", ditulis oleh Adham Mulla Abdic dan Ridha Beg Kavitanovic, lalu dipersembahkan kepada khalayak oleh Samir Shadikovic. Buku ini menjadi salah satu rujukan penting tentang pembicaraan seputar Ramadhân di Bosnia dewasa ini. Selain berisi dimensi-dimensi peribadatan dan rohaniah di bulan Ramadhân, buku ini juga memaparkan tentang pengalaman-pengalaman sejumlah besar umat Islam di bulan Ramadhan, berikut cara mereka menjalankan puasa pada bulan mulia ini, dan bagaimana perasaan mereka selama berada di dalamnya. Bulan ini memang adalah saat di mana ruhiyah orang-orang beriman membubung tinggi, diselimuti oleh obsesi-obsesi tinggi dan rasa kedekatan kepada Allah, di atas segala yang bersifat fana dan duniawi. Bulan ini adalah saat ketika akal dan pikiran umat Islam menjadi jernih, setelah pada bulan-bulan sebelumnya tertutupi oleh tumpukan makanan dan minuman yang memenuhi perut. Dalam bulan ini, seorang mukmin akan memanfaatkan waktunya untuk berpikir tentang Akhirat dan cita-cita yang mulia, sehingga ia menjadi lebih dekat kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ.
Buku "Perbincangan Seputar Ramadhân" menukilkan perkataan beberapa orang yang sempat diwawancarai tentang perasaan mereka di bulan Ramadhân: "Tidak ada suatu bulan yang di dalamnya saya merasakan kedalaman iman, kenikmatan ibadah, dan kebahagiaan menjadi seorang muslim, seperti halnya bulan Ramadhân." Ada juga yang berkata: "Pada bulan Ramadhân, saya lebih mengagungkan syiar-syiar Allah dan lebih komitmen meninggalkan larangan-larangan–Nya daripada pada bulan-bulan yang lain. Saya merasa di bulan ini bahwa Allah sangat dekat, sehingga saya lebih takut kepada-Nya daripada waktu-waktu sebelumnya, dan tidak ada bulan yang di dalamnya saya lebih banyak berzikir dan membaca Al-Quran daripada bulan Ramadhân."