Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Kemudian sempurnakanlah puasa sampai malam hari." [QS. Al-Baqarah: 187]
Diriwayatkan dari Sahl Ibnu Sa`d—Semoga Allah meridhainya—bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Manusia akan selalu dalam kebaikan selama ia menyegerakan berbuka." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
Dalam riwayat Ibnu Mâjah, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Manusia akan selalu dalam kebaikan selama ia menyegerakan berbuka. Segerakanlah berbuka, karena orang Yahudi mengakhirkan berbuka!" [HR. Ibnu Mâjah]
Dalam riwayat Ibnu Khuziamah dan Ibnu Hibbân, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Agama ini akan selalu jaya, selama manusia menyegerakan berbuka. Sesungguhnya orang-orang Yahudi dan Nasrani mengakhirkan waktu berbuka." [HR. Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibbân.]
Dalam riwayat lain Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Umatku akan selalu berada dalam sunnahku selama mereka tidak menunggu berbuka sampai bintang-bintang terbit." [HR. Ibnu Khuzaimah. Menurut Ibnu Hibbân, Al-Hâkim, dan Adz-Dzahabi: shahih].
Diriwayatkan dari Abu `Athiyyah Al-Hamdâni—Semoga Allah merahmatinya—ia berkata, "Saya dan Masrûq berkunjung ke rumah Aisyah—Semoga Allah meridhainya. Lalu kami bertanya, 'Wahai Ummul Mukminin, dua orang shahabat Muhammad, seorang dari mereka ada yang menyegerakan berbuka dan menyegerakan shalat, dan seorang lagi mengakhirkan berbuka dan mengakhirkan shalat?" Aisyah bertanya, "Siapa dari mereka berdua yang menyegerakan berbuka dan menyegerakan shalat? Kami menjawab, "Abdullah (yakni Ibnu Mas`ûd)." Aisyah berkata, "Demikianlah yang dilakukan oleh Rasululah." Abu Kuraib menambahkan, "Seorang lagi adalah Abu Mûsâ." [HR. Muslim]
Diriwayatkan dari Anas—Semoga Allah meridhainya—ia berkata, "Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—melaksanakan shalat Magrib sebelum beliau berbuka terlebih dahulu, walau dengan seteguk air." [HR. Abu Ya`lâ, menurut Ibnu Hibbân: shahih].
Diriwayatkan dari `Amr Ibnu Maimûn Al-Audi—Semoga Allah meridhainya—ia berkata, "Para shahabat Muhammad adalah orang-orang yang paling bersegera berbuka dan paling terakhir sahur." [HR. Abdurrazzâq]
Kandungan Pelajaran dan Hukum
1. Disunnatkan menyegerakan berbuka jika matahari telah terbenam dengan nyata, atau berita dari orang yang terpercaya atau prasangka (dugaan) yang kuat bahwa matahari telah terbenam. Sunnah Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—menunjukkan hal ini, dan hal ini adalah ajran para shahabat—Semoga Allah meridhai mereka. Al-Hâfiz Ibnu Abdil Barr—Semoga Allah merahmatinya—berkata, "Para ulama sepakat bahwa apabila telah masuk waktu shalat Magrib, maka tibalah waktu berbuka bagi orang yang berpuasa, baik puasa wajib maupun puasa sunnat. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Kemudian sempurnakanlah puasa sampai malam hari." [QS. Al-Baqarah: 187]
2. Menyegerakan berbuka adalah bukti tetapnya kabaikan bagi orang yang menyegerakan berbuka dan hilangnya kebaikan bagi roang yang mengakhirkan berbuka.
3. Sesungguhnya di antara bentuk kebaikan umat ini adalah ketika mereka bersegera berbuka guna menyelisihi kaum Ahlul Kitab Yahudi dan Nasrani. Karena mereka mengakhirkan buka puasa mereka hingga bintang-bintang mulai terbit. Menyelisihi Ahlul Kitab adalah asas yang sangat mendasar dalam Agama kita yang terwujud dalam banyak hukum-hukum Syariat. Hal ini adalah bukti keistimewaan umat ini dan keutamaannya atas umat-umat yang lain. Oleh karena itulah, menyerupai kaum Ahlul Kitab adalah perkara yang diharamkan.
4. Mengakhirkan berbuka setelah terbenam matahari adalah bentuk menyeleweng dari Sunnah Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—dan merupakah bid`ah dalam Agama Allah.
5. Hadits-hadits di atas adalah bantahan atas kaum Syiah Rafidhah dan orang-orang yang sepakat dengan mereka yang sengaja mengakhirkan berbuka setelah terbenam matahari sampai bintang-gemintang mulai bertaburan.
6. Disiplin terhadap waktu yang telah ditetapkan dalam beribadah tanpa menambah atau mengurangi adalah obat bagi penyakit menyeleweng dari Agama, sekaligus untuk menolak bisikan Syetan. Hal ini seperti menyegerakan berbuka setelah matahari benar-benar terbenam.
7. Dengan menyegerakan berbuka seorang hamba menampakkan kelemahannya dan penyembahannya kepada Allah—Subhânahu wata`âlâ—dan bersegera menerima keringanan yang diberikan oleh Tuhannya.
8. Dapat disimpulkan dalam hadits-hadits di atas, dimakruhkannya puasa wishâl (menyambung puasa hingga hari berikutnya dengan tidak berbuka dan sahur), dan dianjurkan mendahulukan berbuka dari shalat, karena hal itu lebih jelas bentuk penyegeraannya.
9. Anjuran untuk mengikuti Sunnah dan larang menyelisihinya, dan bahwa meninggalkan Sunnah adalah kerusakan. Oleh karena itu kebiasaan para shahabat—Semoga Allah meridhai mereka—ketika mereka mengalami kekalahan, mereka segera memeriksa adakah perkara Sunnah yang mereka tinggalkan. ketika mereka menemukannya, mereka mengetahui bahwa kekalahan itu terjadi karena meninggalkan Sunnah.
10. Keutamaan umat ini, karena mereka mendapat petunujuk untuk mengikuti Sunnah. Mengikuti Sunnah akan melahirkan Cinta Allah. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Katakanlah: Jika kalian (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintai dan mengampuni dosa-dosa kaian. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." [QS. Âli `Imrân: 31]