Islam Web

Haji & Umrah

  1. Haji & Umrah
  2. Muslim Idial

Bagaimana Menciptakan Sebuah Keinginan (Obsesi)

Bagaimana Menciptakan Sebuah Keinginan (Obsesi)

Dalam artikel yang lalu telah kita kaji bahwa seseorang harus mempunyai obsesi selama ia masih hidup di dunia ini. Kesimpulan seperti ini membantu kita dalam menyingkap pandangan keliru dan berbahaya yang biasa dijadikan dalih bagi sebagian orang ketika melalaikan kewajibannya, yaitu persangkaan yang ada di dalam diri seseorang bahwa ia adalah manusia lemah dan tidak mampu melakukan sesuatu. Kita juga telah menyimpulkan bahwa letak permasalahan sebenarnya adalah perlunya sarana untuk mengasah obsesi dan potensi yang ada di dalam diri manusia yang merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling mulia.

Namun masih ada satu pertanyaan lagi, "Bagaimana mungkin seseorang dapat memunculkan obsesi untuk meraih keberhasilan, sementara ia sendirilah yang membangun did alam dirinya obsesi rendahan serta membiarkan kondisi itu menggerogoti hati dan hasil perjuangannya?"

Seseorang bisa meninggikan obsesinya dan juga bisa merendahkannya. Hal itu tergantung kepada dirinya sendiri dengan seizin Allah—Subhânahu wata`âlâ. Mari kita lihat penjelasan yang lebih gamblang lagi mengenai hal ini. Sebelumnya, coba kita renungkan hadits Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—berikut ini: "Kedua mata itu bisa melakukan zina, dan zinanya adalah melihat. Kedua telinga itu juga bisa melakukan zina, dan zinanya adalah mendengar. Mulut juga bisa melakukan zina, dan zinanya adalah berbicara. Tangan juga bisa melakukan zina, dan zinanya adalah memegang. Kaki juga bisa melakukan zina, dan zinanya adalah berjalan. Sementara hati itu berkeinginan dan berangan-angan. Sedangkan kemaluan akan membenarkan atau mendustakan itu semua."

Mungkin Anda akan bertanya kepada saya, apa hubungan hadits di atas dengan masalah membangun obsesi yang tinggi? Jawaban saya adalah bahwa kita di sini tidak untuk mengetahui bagaimana cara-cara membangun obsesi yang tinggi secara spesifik, namun untuk memahami bagaimana seseorang dapat membangun keinginannya, dan bagaimana dengan itu ia dapat mencapai tingkat energi tertinggi. Kemudian setelah itu, terserah kepada pilihan Anda, apakah Anda akan meninggikan obsesi Anda, ataukah akan merendahkannya? Namun akan menjadi sebuah pilihan yang sangat buruk apabila Anda memilih untuk merendahkan diri Anda yang mulia ini hingga ke posisi binatang atau lebih rendah lagi. Hal itu sebagaimana yang termaktub di dalam firman Allah—Subhânahu wata`âlâ—(yang artinya): "Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi Neraka Jahanam kebanyakan dari Jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak mereka pergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka mempunyai mata (tetapi) tidak mereka pergunakan untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak mereka pergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu laksana binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai." [QS. Al-A`râf: 179]

Jadi, prinsipnya di sini adalah bahwa semua itu tergantung kepada pilihan Anda sendiri. Hal itu adalah pasti dan tidak diragukan lagi. Anda akan melihat dengan jelas sempurnanya keadilan Allah—Subhânahu wata`âlâ—ketika Anda mengevaluasi segala perbuatan yang dilakukan oleh seseorang. Ternyata semua itu merupakan hasil dari perbuatan tangannya sendiri.

Sekarang mari kita kembali ke pembahasan hadits di atas. Kandungan hadits di atas dapat dibagi menjadi tiga bagian. Dan urutan yang terdapat di dalam redaksi hadits itu adalah urutan yang sistematis (disengaja). Karena Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—telah diberi oleh Allah jawâmi`ul kalim (perkataan ringkas yang padat makna).

Bagian pertama: Awal perbuatan, yaitu yang termaktub dalam awal hadits di atas yang bunyinya: "Kedua mata itu bisa melakukan zina, dan zinanya adalah melihat. Kedua telinga itu juga bisa melakukan zina, dan zinanya adalah mendengar. Mulut juga bisa melakukan zina, dan zinanya adalah berbicara. Tangan juga bisa melakukan zina, dan zinanya adalah memegang. Kaki juga bisa melakukan zina, dan zinanya adalah berjalan."

Bagian kedua: Berkeinginan dan berangan-angan, sebagaimana yang termaktub dalam redaksi berikutnya yang berbunyi: "Sementara hati itu berkeinginan dan berangan-angan."

Bagian ketiga: Akhir perbuatan, yaitu sebagaimana yang termaktub dalam akhir redaksi hadits yang bunyinya: "Sedangkan kemaluan akan membenarkan atau mendustakan itu semua."

Tiga bagian tersebut merupakan lingkaran mata rantai yang tertutup selagi tidak dimasuki oleh unsur luar yang dapat memutuskannya. Bagian-bagian tersebut saling berhubungan dan saling menguatkan satu sama lain. Hal yang demikian itu mengingatkan kita pada sebuah gurauan terkenal, yaitu mana yang lebih dahulu antara telur dan ayam? Seorang muslim tentu tahu dengan baik bahwa yang lebih dahulu adalah ayam, karena Allah telah menciptakannya pada awal penciptaannya. Demikian juga halnya di sini, sebagian orang dengan pemahaman mereka sendiri mengira bahwa hati dan anggota tubuh saling membantu dalam memberikan dorongan untuk melakukan perbuatan maksiat, yaitu yang disebutkan di sini adalah zina. Namun pemahaman yang demikian itu terbantahkan oleh sabda Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam, "Fitnah-fitnah (godaan) akan ditampilkan di depan hati secara berulang-ulang bagaikan anyaman tikar. Setiap hati yang termakan fitnah itu akan diteteskan padanya bintik hitam, dan setiap hati yang menolaknya akan diteteskan padanya bintik putih."

Jadi, hati itu sejatinya adalah seperti kanvas kosong, dan Anda lah yang akan melukis di atasnya. Anda yang akan memberikan ruang bagi hati untuk bergerak leluasa. Kemudian Anda pula yang akan memberikan nutrisi bagi hati, dan akan membangun di dalamnya tekad dan obsesi, melalui pandangan, perkataan, bau, sentuhan, dan langkah. Nutrisi-nutrisi hati tersebut berulang-ulang masuk ke dalam hati, hingga memunculkan keinginan dan angan-angan di dalam hati. Lalu anggota tubuh lainnya kembali bereaksi untuk memberikan tambahan nutrisi yang diinginkan oleh hati tersebut. Demikianlah perputaran roda aktivitas antara hati dan anggota tubuh lainnya. Semakin bertambah keinginan di dalam hati, semakin dekat pula kemungkinan pembenaran oleh kemaluan.

Dalam hadits di atas, Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—menyebutkan keinginan (obsesi) dan angan-angan hati, lalu setelah itu langsung menyebutkan pembenaran atau pendustaan oleh kemaluan. Beliau juga mendahulukan penyebutan anggota tubuh selain kemaluan sebelum menyebutkan hati. Hal itu menunjukkan hal-hal berikut:

1.    Sesungguhnya masalahnya terbatas antara hati dan perbuatan secara langsung. Hal itu menunjukkan bahayanya, dan bahwa ia merupakan tempat tersimpannya penyakit.

2.    Didahulukannya anggota tubuh lainnya sebelum hati menunjukkan bahwa anggota-anggota tubuh tersebut merupakan jendela-jendela yang memasukkan keinginan ke dalam hati. Ia juga merupakan penanam benih keinginan di dalam hati. Dan pada gilirannya akan mendorong hati untuk terus meminta nutrisi yang sama darinya.

3.    Jadi, anggota-anggota tubuh yang disebutkan itu adalah jendela yang memberikan nutrisi untuk hati, lantas nutrisi tersebut diolah menjadi benih untuk kemudian di tanam dan dipupuk hingga buahnya dapat dituai berupa keinginan di dalam hati. Setelah itu, ia akan mencari nutrisi lagi untuk dipasok kembali ke dalam hati, dan begitu seterusnya.

Keinginan (obsesi) merupakan pendorong untuk berbuat. Ia merupakan permulaan dari segala perbuatan. Ia adalah hasrat yang menyibukkan hati dengan keinginannya. Dan Anda bertanggung jawab terhadap jendela-jendela yang memasok nutrisi ke dalam hati. Berilah hati nutrisi berupa hal-hal yang mulia, sehingga ia disibukkan dengan hal-hal yang mulia pula. Dan hindarilah hal sebaliknya. Karena seseorang tidak akan menuai kecuali apa yang telah diperbuat oleh kedua tangannya.

Demikianlah, menciptakan keinginan (obsesi) adalah suatu yang mudah. Obsesi adalah hasrat yang menyibukkan hati. Jagalah dengan baik jendela dan pintu-pintu yang memasukkan keinginan ke dalam hati Anda. Dan jika hati Anda telah berkeinginan, maka perbuatan akan datang langsung setelah itu. Manusia mempunyai keinginan yang berbeda-beda disebabkan oleh berbedanya apa yang sedang mengisi jendela-jendela hati mereka dan apa yang menarik hati mereka di tengah jalan.

Sampai jumpa lagi di lain kesempatan. Hormat saya untuk Anda. Wassalâmu`aliakum wa rahmatullâhi wa barakâtuh.

[Sumber: www.islammemo.cc]  

 

 

Artikel Terkait

Keutamaan Haji