Oleh: Abdunnâshir Muhammad Mundzir Raslân
Ramadhan, bulan mulia yang ditunggu-tunggu oleh umat Islam dengan penuh antusias dan semangat, dan dinanti-nanti oleh orang-orang yang beriman dengan penuh kerinduan dan air mata. Air mata suka cita menyambut bulan yang paling berharga dan paling mulia di hati mereka.
Sesungguhnya ia adalah bulan kebaikan dan kasih sayang, bulan kemurnian dan kesucian, serta bulan kebersihan dan kejernihan.
Di bulan Ramadhan, hati-hati menjadi bersih, jiwa-jiwa dan ruh-ruh menjadi tinggi di atas.
Maka, selamat berbahagia untuk Anda semua, wahai kaum muslimin dengan datangnya bulan segala kebaikan, bulan segala kebajikan, dan bulan segala kenikmatan ini. Allah—Subhânahu wata`âlâ—membanggakan kalian kepada para malaikat-Nya, dan melihat kompetisi kalian di bulan ini.
Selamat datang wahai sang tamu yang suci, bulan yang agung. Selamat datang wahai bulan amal kebaikan, wahai mata air pengampunan, wahai kekasih Sang Maha Pengasih.
Lihatlah itu, musim wewangian telah datang dengan membawa semerbak aroma yang ia tebarkan di antara manusia. Musim untuk menuai semua kebaikan dan mengurangi berbagai keburukan. Wahai pencari kebaikan, datanglah menghadap! Wahai pencari keburukan, berhentilah!
Sang guru kebaikan bagi manusia, Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Bila malam pertama Ramadhan, pintu-pintu surga dibuka, sehingga tak satupun pintu yang tertutup, pintu-pintu neraka ditutup, sehingga tak satupun pintu yang terbuka, syetan-syetan dibelenggu, dan terdengar suara memanggil, 'Wahai pencari kebaikan, datanglah menghadap! Wahai pencari keburukan, berhentilah!' Allah membebaskan banyak orang dari neraka. Dan itu setiap malam." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim]
Saudara-saudaraku seiman.
Ramadhan adalah bulan yang selalu ditunggu-tunggu oleh kekasih Anda sekalian, Nabi Muhammad—Shallallâhu `alaihi wasallam—. Beliau senantiasa berdoa, "Allâhumma bârik lanâ fî rajaba wa sya`bâna wa ballighnâ ramadhân (Ya Allah, Berkahilah kami di bulan Rajab dan Sya`ban, dan sampaikanlah kami ke bulan Ramadhan)."
Para salafusshalih pun selalu berdoa kepada Allah selama enam bulan agar Allah berkenan menerima amal mereka pada bulan Ramadhan yang lalu, dan berdoa kepada Allah selama enam bulan berikutnya agar Allah menyampaikan mereka ke bulan Ramadhan yang akan datang. Lantas, di mana posisi kita dari generasi pertama tersebut—Semoga Allah meridhai mereka semua—?
Selamat datang, wahai tuan seluruh bulan.
Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Telah datang kepada kalian bulan Ramadhan, bulan penuh berkah. Di bulan itu, Allah meliputi kalian dengan rahmat-Nya, menghapus dosa-dosa, dan mengabulkan segala doa. Dia melihat persaingan kalian di bulan itu dan membanggakan kalian kepada para malaikat-Nya. Maka, perlihatlah kepada Allah kebaikan dari diri kalian. Karena sesungguhnya orang yang celaka adalah orang yang terhalang untuk mendapatkan rahmat Allah." [HR. Ath-Thabarâni]
Manusia di bulan Ramadhan terbagi dalam dua golongan: golongan yang menyambut Ramadhan dengan aneka hidangan, makanan, dan minuman; menghabiskan sebagian besar waktu siang dengan tidur dan melewati sebagian besar malamnya dengan tak menentu. Dan golongan kedua menyambut Ramadhan dengan kembali kepada Allah, bertaubat, memohon ampun, serta meninggalkan kemaksiatan yang Allah larang, terutama di bulan rahmat, ampunan, dan pembebasan dari neraka ini.
Hikmah dari puasa, yaitu hikmah yang untuk itu disyariatkannya puasa adalah takwa. Allah—Subhânahu wata`âlâ—berfirman (yang artinya): "Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa," [QS. Al-Baqarah: 183]
Lisan berpuasa dari berkata keji, mencaci-maki, dan mengeluarkan kata-kata kotor. Telinga berpuasa dari mendengar perkataan keji. Mata berpuasa dari melihat kepada yang haram. Hati tunduk patuh, melihat kepada Allah. Rugi besar bila kita keluar dari bulan Ramadhan, sementara di bulan itu kebaikan kita tidak bertambah, dan derajat kita di sisi Allah tidak naik. Yang demikian itu, demi Allah adalah kerugian yang nyata.
Sang pemenang yang beruntung, dengan izin Allah adalah orang yang berpuasa karena menaati perintah Allah, dan menahan diri dari keinginan hawa nafsu. Sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya kelak. Dan ia pun akan mendapatkan hadiah yang besar dan pemberian yang berlimpah.
Ibnu Abid Dunya dan yang lainnya meriwayatkan dengan sanad hasan dari Abdullah ibnu `Amr ibnu Al-`Âsh—Semoga Allah meridhainya—bahwasanya Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Puasa dan Al-Quran akan memberi syafaat untuk seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata, 'Wahai Rabb, aku telah mencegahnya dari makanan dan syahwat, maka terimalah syafaatku untuknya.' Dan Al-Quran berkata, 'Aku telah menghalanginya dari tidur pada malam hari. Maka, terimalah syafaatku untuknya." Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Maka diterimalah syafaat puasa dan Al-Quran."
Maka, bersungguh-sungguhlah wahai saudara-saudaraku terkasih, dengan membaca Al-Quran sepanjang malam dan siang. Karena Al-Quran bisa menjadi saksi yang membelamu, atau sebaliknya menjerumuskanmu. Kita harus menyambut kebaikan dan kebajikan dengan kebaikan dan amal kebajikan; dengan meninggalkan kemungkaran dan dosa-dosa. Kita juga harus menyambung tali kekeluargaan dan berbakti kepada kedua orang tua, karena sesungguhnya hal itu dapat membuat Allah ridha, dan memasukkan kita ke surga bersama Nabi kita terkasih—Shallallâhu `alaihi wasallam—.
Ia adalah bulan kebaikan, pemberian, bakti, dan keberuntungan. Ia adalah bulan berbuat baik, berderma, bermurah hati, dan memberi di jalan Allah. Karena itu, janganlah kalian lupakan, wahai saudara-saudaraku terkasih, saudara-saudara kalian yang fakir dan miskin, juga janda-janda, dan anak-anak yatim yang membutuhkan. Demi Allah, sesungguhnya di antara manusia ada orang-orang yang melewati malam-malam, sementara mereka tidak menemukan sesuap makanan untuk berbuka, atau seteguk minuman untuk bekal puasa. Sedangkan kalian mendapatkan limpahan berbagai kebaikan, pemberian, dan hadiah. Maka, perlihatkanlah kepada Allah kebaikan dari diri kalian.
Khâlid Al-Qisri berkata, "Sesungguhnya orang yang mulia pemberiannya adalah orang yang memberi kepada mereka yang tidak berharap kepadanya. Orang yang paling agung maafnya adalah orang yang memaafkan padahal ia mampu membalas. Dan orang yang paling menyambung hubungan kekeluargaan adalah orang yang menyambung hubungan yang telah diputuskan."
Diriwayatkan dari Ibnu Mas`ud—Semoga Allah meridhainya—ia berkata, "Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, 'Siapa di antara kalian yang harta ahli warisnya lebih ia cintai daripada hartanya sendiri?' Mereka (para shahabat) berkata, 'Tak seorangpun dari kami melainkan hartanyalah yang lebih ia cintai.' Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, 'Sesungguhnya hartanya adalah apa yang telah ia dermakan, sedangkan harta ahli warisnya adalah yang belum ia dermakan." [HR. Al-Bukhâri]
Ar-Rabî` ibnu Khaitsamah tidak pernah memberi peminta-minta potongan roti, sesuatu yang sudah rusak, atau baju yang sudah ada tambalan. Dia berkata, "Aku malu jika lembar catatan amalku dibacakan kepada Allah sementara di dalamnya ada hal-hal remeh (tak bernilai) yang aku berikan karena-Nya."
Terakhir, kami berdoa kepada Allah—`Azza wajalla—semoga bagian kita dari bulan mulia ini adalah bagian yang berlimpah dan penuh berkah; semoga Allah—`Azza wajalla—menganugerahi kita ampunan, rahmat, dan surga seluas langit dan bumi; semoga bagian yang kita dapatkan dari bulan suci ini bukanlah sekedar lapar dan dahaga; dan semoga kita tidak termasuk orang-orang yang dikatakan oleh Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—, "Sesungguhnya orang yang celaka adalah orang yang terhalang untuk mendapatkan ampunan Allah di bulan yang agung ini."