Melanggar janji adalah sebuah sifat yang menunjukkan kerendahan dan kedunguan akal. Bahkan ia merupakan salah satu ciri kemunafikan, seperti yang disebutkan dalam sabda Rasululullah—Shallallâhu `alaihi wasallam, "Empat perkara yang jika ada pada diri seseorang, maka dia adalah seorang munfiq sejati. Barangsiapa yang padanya hanya terdapat satu saja, maka pada dirinya terdapat satu ciri kemunafikan, sampai dia meninggalkannya: Jika diberi amanah dia berkhianat; Jika berbicara dia berbohong; Jika berjanji dia melanggar; dan jika bermusuhan dia berbuat fujur." [HR. Al-Bukhâri dan Muslim].
Sikap apa yang lebih buruk dari pada pengkhianatan yang bisa membawa kepada kemunafikan? Akhlak dan Aib apa yang lebih buruk dari pada melanggar janji, di antara akhlak-akhlak buruk yang ada.
Sebagian ulama memasukkan perbuatan melanggar janji ke dalam salah satu dosa besar. Kenapa tidak, karena seorang yang melanggar janji akan bermusuhan dengan Rabb semesta alam pada hari Kiamat kelak. Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Allah berfirman, 'Tiga golongan yang aku menjadi lawannya pada hari Kiamat: seorang yang berjanji, kemudian dia melanggarnya; seorang yang menjual manusia yang merdeka, lalu memakan harganya; dan seorang yang mempekerjakan seorang upahan, dan orang upahan itu telah menunaikan kewajiabannya, akan tetapi dia tidak membayar upahnya." [HR. Al-Bukhâri].
Di antara wasiat Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—kepada para panglima perang beliau, "Berperanglah kalian dengan nama Allah di jalan Allah. Perangilah orang yang kafir kepada Allah. Berperanglah dan jangan melampaui batas. Jangan berkhianat. Jangan memutilasi, dan jangan bunuh anak-anak." [HR. Muslim].
Seorang yang melanggar perjanjian tercela di dunia dan juga di sisi Allah—Subhânahu wata`âlâ. Pada hari Kiamat Allah—Subhânahu wata`âlâ—akan membuka aibnya di hadapan seluruh makhluk. Diriwayatkan dari Abû Sa`îd Al-Khudri—Semoga Allah meridhainya—dia berkata, "Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, "Setiap orang yang melanggar perjanjian memiliki bendera pada hari Kiamat. Bendera itu ditinggikan sesuai dengan besar pengkhianatan mereka. Ketahuilah, tidak ada pengkhianatan yang lebih besar dari pada pengkhianatan yang dilakukan oleh pemimpin umum." [HR. Muslim].
Betapa sering kita lihat pengkhianatan mengakibatkan pelakunya jatuh ke dalam kehancuran, menyempitkan baginya sumber kebaikan yang luas, dan menimpakan kepadanya kehinaan yang tidak bisa dia hilangkan. Seperti kita maklumi dan kita saksikan dalam realistas, seorang pengkhianat nyaris tidak bisa menuntaskan suatu urusan. Allah—Subhânahu wata`âlâ—juga tidak menerima amalan fardhu dan sunnahnya. Diriwayatkan dari Ali—Semoga Allah meridhainya—dia berkata, "Tidak ada pada kami selain Kitab Allah dan lembaran ini, dari Nabi—Shallallâhu `alaihi wasallam—bahwa, 'Barangsiapa yang melanggar janjinya terhadap seorang muslim, maka baginya laknat Allah, malaikat, dan seluruh manusia. Allah tidak akan menerima amalan fardhu dan sunnahnya." [HR. Al-Bukhâri].
Kaum muslimin telah memberikan contoh terindah dalam pemenuhan janji, walaupun akibatnya mereka kehilangan berbagai kemashlahatan. Diriwayatkan dari Salîm bin `Âmir bahwa dia berkata, "Antara Mu`awiyah dan Romawi terjadi perjanjian. Dia berjalan dengan pasukan ke negeri mereka, agar ketika perjanjian mereka habis, dia memerangi mereka. Kemudian seseorang datang di atas kuda sambil mengatakan, 'Allâhu akbar, Allâhu akbar, memenuhi perjanjian, dan bukan pengkhianatan!' Mereka melihat kepada laki-laki itu, dan ternyata dia adalah `Amr bin 'Abasah. Lalu Mu`awiyah mengirim utusan kepadanya dan menanyakan tentang masalah itu. Dia berkata, 'Saya mendengar Rasulullah—Shallallâhu `alaihi wasallam—bersabda, 'Barangsiapa yang antara dia dengan suatu kaum ada perjanjian, janganlah dia mengubahnya sampai masanya habis, atau dia kembalikan (janji itu) kepada mereka dengan cara yang jujur." Akhirnya Mu`awiyah pun kembali.
Demikianlah mereka terdidik. Begitulah mereka belajar bahwa akibat dari mengingkari janji sangat buruk, sehingga mereka menghindari dan menjauhinya. Alangkah butuhnya kita mengikuti jejak mereka atau bersikap seperti akhlak mereka.